Reportase kajian ilmiah Rabu, 20 oktober 2021

Unit Pengembangan Bahasa dan Kajian Ilmiah STIQ Ar-Rahman mengadakan Kegiatan Ilmiah setiap pekannya. Pada Rabu 20 oktober 2021 lalu, Kajian Ilmiah di bawakan oleh Ustzh Nofa Nur Rahmah M.P.I. dengan tema ” BUDAYA ILMU “. Peserta kegiatan adalah seluruh mahasiswa STIQ Ar-Rahman, dan dilaksanakan secara online dan offline. Offline bagi mahasiswa semester satu dan online untuk mahasiswa semester ganjil lainnya yang masih berlokasi dikediamannya masing-masing dikarenakan proses pembelajaran masih bersifat daring.

Dalam pembahasan mengenai kebudayaan ilmu beliau menjelaskan bahwasannya ilmu merupakan kebutuhan pokok setiap manusia. Selain merupakan salah satu amalan yang akan menjadi bekal akhirat kita –ilmu yang bermanfaat- ilmu merupakan asupan pokok bagi akal manusia. Tidak luput juga dalam proses kehidupan setiap insan diperlukan ilmu yang mengiringinya. Ustzh. Nofa mengutip pernyataan dari prof. Naquib Al-Attas yang menyatakan bahwa dalam membangun sebuah peradaban mau tidak mau harus dilakukan melalui proses pendidikan, yakni “ta’dib” bukan “tarbiyah”. Tujuan utama dari pendidikan tersebut adalah membentuk manusia yang memiliki adab (adab adalah disiplin rohani, akli, dan jasmani yang memungkinkan seseorang menempatkan sesuatu pada tempatnya dengan benar ddan wajar). Sehingga, hasil tertinggi dari adab ialah mengenal Allah SWT.  

Lebih lanjut beliau menyampaikan, komponen setiap manusia terdiri dari jiwa dan tubuh, dimana jiwa memerlukan ilmu dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Ilmu seseorang akan mengarahkan manusia dalam menghadapi permasalahan yang ada. Ilmu akan mengenalkan kita terhadap hakikat kebenaran. Disampaikan oleh beliau bahwa, disini ilmu tidak bebas nilai, karena kebenaran bersifat mutlak, bukan bersifat relatif. Al-qur’an sebagai sumber ilmu menjadi acuan nilai kebenaran. Al-qur’an disini dijelaskan bukan hanya sebatas kitab Al-Qur’an yang sering kita baca, akan tetapi maksudnya disini al-qur’an terintegrasi. Yaitu, Alam sebagai Al-qur’an dalam bentuk visual dan Rasulullah saw sebagai Al-qur’an berjalan. Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.

Berbicara masalah budaya ilmu dalam peradaban Islam, tidak lepas dari pembahasan generasi terbaik Islam. Sebab, pada generasi tersebut tertanam budaya ilmu yang kuat. Dari budaya ilmu yang kokoh itulah para generasi terbaik ini membuat fondasi peradaban yang kokoh pula. Pengampu mata kuliah worldview tersebut menegaskan fenomena saat ini yang sedang dilema dihadapi oleh muslim yakni, manusia ilmu yang penakut akan senantiasa menjastifikasi kebatilan, kezhaliman dan kefasadan dengan penjelasan-penjelasan yang terlihat rasional.

Disampaikan urutan dilema umum yang terjadi disebabkan oleh dua faktor yakni, (1) kekeliruan dan kesalahan dalam ilmu. (2) kehilangan adab dikalangan umat. Akibat dari dua faktor tersebut menyebabkan kemunculan pemimpin-pemimpin yang tidak layak untuk kepemimpinan yang sah bagi umat islam, sehingga menyebabkan keadaan dilema tersebut.

“Budaya ilmu bermaksud mewujudkan satu keadaan yang setiap lapisan masyarakat melibatkan diri, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam kegiatan keilmuan bagi setiap kesempatan”. Jelasnya. Oleh karena itu, pendidikan Islam bukan hanya mencetak intelektual dalam lingkup individu, akan tetapi hingga masyarakat bahkan peradaban.

Hakikat pendidikan Islam akhirnya dapat disimpulkan, Al-Qur’an dan Sunnah menjadikan ilmu pengetahuan bukan hanya untuk mencapai kebenaran dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dunia ini, melainkan lebih jauh dari itu adalah untuk mencapai ketenangan serta kebahagiaan hidup dibalik kehidupan dunia yang fana ini, yaitu kehidupan akhirat. Sebagaimana dalam al-Qur’an Qs.Ar-Ruum: 6-7.

Hal ini ditegaskan kembali oleh M.Natsir (Tokoh Islam) yang menjelaskan pendidikan dalam Islam adalah tujuan hidup, karena mengandung beberapa rumusan sebagai berikut : (1) menjadikan manusia bertumbuh dan berkembang jasmani dan rohani, (2) menyempurnakan sifat kemanusiaan dan kesempurnaan akhlak karimahnya, (3) menjauhkan manusia dari sifat hipokrit atau berpura-pura dalam prilaku, (4) menjadikan manusia paham tujuan hidupnya yakni mengabdi kepada Allah SWT dan mencari keridhaan-Nya, (5) membentuk manusia rahmat bagi sesama dalam segala prilaku dan interaksi vertikal maupun horizontalnya, (6) menjauhkan manusia dari pendidikan yang menyesatkan dan pendidikan menghilangkan sifat-sifat kemanusiaannya.

Akhirnya, Pendidikan Islam sebagai salah satu sarana dalam menerapkan budaya ilmu harus mampu membentuk manusia-manusia beradab. Hal ini dimulaikan dari pembentukan worldview (cara pandang) islam pada setiap muslim, dan salah satu faktor utama pembentuk worldview adalah ilmu yang benar.